Ikuti @fauzinesia

A. Kewajiban Berbakti Kepada Orang Tua



A. Kewajiban Berbakti Kepada Orang Tua
Arti berbakti kepada orang tua ialah berbuat ihsan (kebaikan) kepadanya dengan menyelesaikan atau menunaikan yang wajib atas sang anak terhadap orang tua, baik dalam segi moril maupun spiritual, yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena ada perintah dan kehendak orang tua yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ajaran Islam, hal ini tidak perlu ditaati.
Anak harus berbakti kepada orang tuanya. Hukumnya wajib. Bila tidak berbakti maka ia berdosa karena melanggar kewajiban. Di dalam ayat-ayat suci Alquran tidak terdapat perintah agar seorang ayah mengasihi anaknya. Dan dalam perntah agama Islam, amat sedikitlah anjuran agar orang tua menyayangi anaknya. Tetapi sebaliknya lebih banyak ialah diperintahkan agar sang anak mengasihi bunda dan ayahnya.
Walaupun tidak diperintah untuk mengasihi anak, telah otomatis orang tua mengasihi anak-anaknya. Ia berani berkorban apa saja demi keselamatan dan kesejahteraan anaknya. Ia sudi mencurahkan tenaga dan pikirannya, semua itu demi kemaslahatan dan masa depan anaknya.
Kasih sayang orang tua kepada anak telah tertanam dan terhujam di dalam dada dan batin orang tua. Kemana saja sang anak, dimana saja sang anak, bagaimanapun sang anak, orang tua tidak dapat melepaskan kasihnya kepada sang anak. Tidak terlepas dari pelupuk matanya, tiada terlepas sedikitpun dari buhul hatinya orang tua.
Amat banyak ayat Alquran yang memerintahkan agar berbakti kepada orang tuanya, diantaranya dalam surah Al-Isra’ ayat 23-24:
hanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan hus (cih) dam janganlah kamu membentak kepada mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan hendaklah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.
Dalam hadits pun terdapat banyak sabda-sabda Rasulullah Saw. yang menunjukkan wajibnya sang anak berbuat ihsan atau berbakti kepada kedua orang tuaya. Antara lain seperti hadits berikut:
بِرُّوْا أَبَاءَكُمْ تَبِرَّكُمْ أَبْنَاءُكُمْ وَعِفُّوْا تَعِفَّ نِسَاؤُكُمْ (رواه الطبرانى)
Artinya: Berbaktilah kamu sekalian kepada ibu bapakmu agar supaya berbakti kepadamu semua anak-anakmu; dan peliharalah dirimu dari perzinaan agar para isterimu memelihara dirinya. (HR. Ath-Thabrani)
Dengan demikian, maka menurut Alquran dan sabda Nabi Muhammad Saw. di atas menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah wajib hukumnya karena hal tesebut adalah perintah Allah. Dan karena dasar pertama adalah wajib atas perintah Allah, maka hendaknya berbuat ihsan kepada kedua orang ua itu dengan sabar dan penuh kerelaan dengan niat melaksanakan perintah Allah.
Fitrah adalah ciptaan Allah, yakni manusia diciptakan oleh Allah mempunyai naluri atau fitrah beragama dan fitrah berbuat kebaikan (seperti berbuat baik kepada kedua orang tua), maka naluri-naluri yang baik itu kemudian dikuatkan oleh perintah agama dan semua laku perbuatan yang melanggar kepada naluri itu kemudian dikuatkan oleh larangan agama.
Dengan demikian, maka naluri berbakti kepada orang tua yang telah tumbuh asli pada setiap orang itu kemudian “lebih dikuatkan oleh perintah Tuhan”. Artinya, berbakti kepada orang tua juga termasuk ibadah kepada Allah dan juga mempunyai akibat akhirat.
Adapun hak-hak orang tua yang harus dipenuhi oleh seorang anak atau dengan kata lain hak-hak terhadap orang tua, menurut keterangan Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy dala bukunya “Al-Islam” antara lain:
1. Apabila orang tua menghajati makanan maka hendaklah kita penuhi.
2. Apabila ia menghajati pakaian hendaklah kita berikan.
3. Apabila ia memanggil kita hendaklah kita menyahut dan mendatanginya.
4. Apabila ia menyuruh hendaklah kita taati.
5. Melemahlembutkan suara apabila kita berbicara dengannya.
6. Berjalan di belakangnya.
7. Memohonkan keampunan Allah atas segala dosa orang tua setiap kali kita memohon keampunan kepada Allah untuk kesalahan kita sendiri.
Demikianlah hal-hal yang harus menjadi perhatian serius bagi anak terhadap orang tuanya. Selanjutnya dijelaskan pula faedah yang diperoleh sang anak yang berbakti kepada orang tuanya, antara lain adalah:
1. Memuliakan ibu bapak adalah suatu amalan yang sangat disukai oleh Allah, menyamai pahala jihad di jalan Allah.
2. Memuliakan ibu bapak menyamai pahala haji dan umrah.
3. Memuliakan ibu bapak menambahkan umur (umur yang berkat) dan memberkatkan rezeki atau harta.
4. Memuliakan ibu bapak memberikan kecerdikan kepada anak-anak dan menyebabkan mereka berbakti kepada kita.
5. Memuliakan ibu bapak menghasilkan keridhaan Allah.
B. Kewajiban dan Hak Suami
1. Memimpin, Memelihara dan Bertanggung Jawab
Secara Qur’ani mengenai kewajiban memimpin, memelihara dan bertanggung jawab seorang suami terhadap istrinya, tertuang dalam firman Allah surah An-Nisa ayat 34:

Artinya: “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Karena itu, Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka.”
Berkenaan dengan hal-hal di atas, Mahmud Syaltut menggabungkan surah An-Nisa ayat 34 dengan surah Al-Baqarah ayat 228 yang berbunyi:
وللرجال عليهن درجة
Artinya: “akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya.”
Kelebihan derajat ini bukan pada derajat kekuasaan dan pemaksaan, tetapi kelebiihan ini terletak pada derajat kepemimpinan rumah tangga yang timbul akibat adanya akad nikah dan kepentingan hidup bersama sebagai suami istri. Ia adalah derajat kepemimpinan yang dibebankan kepada laki-laki sebagai derajat yang melebihkan tanggung jawab laki-laki atas wanita. Segala persoalan istri, anak dan rumah tangganya, semuanya diserahkan dan dikembalikan kepada suaminya, istri akan meminta kepada suaminya kebutuhan belanja rumah tangga dan segala sesuatu yang berada di luar kesanggupan dan upaya istri.
Ada dua perkara yang telah ditetapkan oleh tabiat laki-laki untuk dipikulnya, yaitu:
Pertama, melakukan segala pekerjaan yang berat dan sulit. Hal itu berdasarkan kelebihan yang dianugerahkan Allah di dalam tubuh laki-laki berupa kekuatan fisik, kemauan dan bekerja. Kedua, menjamin kebutuhankebutuhan perbelanjaan rumah tangga seperti pangan, sandang dan segala sesuatu yang mendatangkan kesenangan hati kepada istri dan anak-anaknya.
2. Mencukupi Keperluan Ekonomi
Kewajiban seorang suami untuk memenuhi keperluan ekonomi istri, secara syar’i telah diatur dalam Alquran, seperti dalam surah Al-Baqarah ayat 233:

Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf.”
Dalam menjelaskan pengertian ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan “kewajiban seorang ayah (suami) memberi nafkah dan pakaian terhadap ibu (istri) dengan cara yang baik artinya sesuai dengan yang berlaku menurut kebiasaan di negeri mereka masing-masing, tetapi tidak boros dan tidak juga kikir, sesuai dengan kemampuannya dan bersikap pertengahan.
3. Memenuhi Kebutuhan Biologis
Secara Qur’ani, suami berkewajiban memenuhi kebutuhan biologis terhadap istrinya dengan cara melakukan hubungan seks. Hal ini telah diatur oleh Allah Swt. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya surah Al-Baqarah ayat 223:

Artinya: isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Muhammad Ali Ash-Shabuni menjelaskan pengertian ayat ini “istri-istrimu adalah tempat bercocok tanam dan tempat menyimpan keturunan kamu di dalam rahimnya sehingga menjadi seorang bayi, karena itu, kunjungilah pada tempat lahirnya keturunan dan anak cucumu itu dan janganlah melampaui batas.
Abdullah Yusuf Ali menambahkan tentang komentar ayat tersebut, “Harts adalah sebuah kata yang mempunyai pengertian luas, yang menunjukkan kepada cara, waktu atau tempat. Masalah terpenting disini adalah menunjukkan suatu istilah yang sangat bijaksana dan juga berguna.
4. Melakukan Pergaulan yang Baik
Nash-nash Alquran maupun Hadits banyak sekali menyebutkan tentang bagaimana seharusnya seorang suami bergaul dengan istrinya, dalam arti di luar ketentuan-ketentuan waktu senggama, antara lain firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 19 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata, dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Muhammad Ali Ash-Shabuni berkomentar, “temanilah mereka sesuai dengan ketentuan yang telah Allah berikan kepadamu dengan ucapan yang lemah lembut dan pergaulan yang baik. Jika kamu tidak suka menemani mereka maka bersabarlah atas nereka dan teruskanlah berbuat baik kepda mereka, mudah-mudahan Allah memberi karunia kepadamu dalam bentuk anak yang saleh yang dapat mengakrabkan hubungan kamu dengan mereka. Dan siapa tahu sesuatu yang tidak disukai tetapi didalamnya terdapat kebaikan yang banyak. Rasulullah Saw, bersabda:
وعن ابي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا رضي منها اخر (رواه أحمد ومسلم)
Artinya: dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah Saw. Bersabda, “janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah jika ia tidak senang terhadap suatu kelakuannya, pasti ada kelakuannya yang lain yang engkau senangi.
Dari keterangan ayat dan hadits di atas, suami harus melakukan pergaulan yang baik terhadap istrinya meski ada sifat-sifat yang mungkin kurang disenangi oleh suami. Yang jelas, sifat-sifat yang baik pada istri disenangi oleh suami, kalau tidak mana mungkin suami mau memilih istri tersebut menjadi calonnya, ketika meminangnya. Pengertian nash-nash itu, menandaskan bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang sempurna, termasuk para istri. Karena itu, kekurangan-kekurangan yang terdapat diantara suami dan istri diisi dengan kelebihan-kelebihan diantara kedua belah pihak. Dengan sikap saling memberi dan menerima, kehidupan suami istri menjadi lengkap dan utuh.

C. Kewajiban dan Hak Istri
1. Taat Kepada Allah dan Suami
Kewajiban seorang istri untuk taat kepada Allah dan taat kepada suami, antara lain tertuang dalam firman Allah Swt.:

Artinya: Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Dari ayat di atas dapat kita simpulkan sementara kewajiban istri yang baik yaitu menaati Allah dan suami, secara utuh baik disaat suaminya di rumah atau pada saat suaminya bepergian. Pengertian taat kepada Allah adalah menerapkan segala ketentuan-ketentuan Islam dan menjauhkan segala nilai dan ajaran yang tidak Islami. Demikian juga taat kepada suami adalah menerapkan ajaran Islam dan menjauhkan segala larangannya di dalam kehidupan rumah tangga sehingga rumah tangga itu benar-benar berada di jalan Allah.
2. Menjaga Kehormatan Diri
Sebagaimana telah disebutkan pada surah An-Nisa ayat 34 bahwa disamping taat kepada Allah dan taat kepada suami, istri juga harus menjaga kehormatan dirinya, baik disaat suaminya berada di rumah, lebih-lebih apabila suaminya tidak ada di rumah. Keterangan ayat tersebut diperkuat dengan sabda Rasulullah Saw. yang berbunyi:
خير النساء من تسرك إذا أبصرت وتطيعك إذا أمرت وتحفظ غينتك فى نفسها ومالها (رواه الطبراني)
Artinya: “sebaik-baik perempuan itu ialah yang menggembirakanmu apabila engkau memandangnya, dan taat kepadamu apabila engkau memerintahkannya, dan memelihara kehormatan dirinya dan hartamu.” (HR. Thabrani)
3. Melayani Kebutuhan Biologis Suami dengan Baik
Salah satu dorongan kuat laki-laki untuk mengadakan perkawinan ialah agar dapat menyalurkan nafsu birahinya secara sah dan terhormat. Dorongan nafsu birahi laki-laki begitu kuat sehingga menempatkan posisi pertama di dalam menyenangi dan mencintai sesuatu di dalam kehidupannya. Hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah dalam surah Ali Imran ayat 14:

Artinya: “dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”
Secara biologis maupun psikologis, penumpukan nafsu seks benar-benar diraskan oleh laki-laki sebagai beban yang memberatkan dan mengganggu segala aktifitas hidupnya. Oleh sebab itu, nafsu seks ini perlu disalurkan dengan wajar dan baik sehingga laki-laki merasa sehat dan santai.
4. Kewajiban Mengurus Rumah Tangga
Perbedaan fisiologi dan fungsi antara suami dan istri menyebabkan perbedaan kewajiban dan tanggung jawab. Apabila suami bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarga secara keseluruhan baik ke luar maupun ke dalam, maka istri bertanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga secara intern. Ketentuan ini dapat kita jumpai dalam hadits Nabi Muhammad Saw. yang berbunyi:
المرأة راعية فى بيت زوجها ومسؤلة عن رعيتها (رواه البخاري)
Artinya: “tiap-tiap wanita (istri) adalah pengurus bagi rumah tangga suaminya dan akan ditanyakan (diminta pertanggung jawaban) tentang kepemimpinannnya itu”. (HR. Bukhari)
Apabila kita perhatikan tentang kewajiban mengurus rumah tangga dengan pertanggung jawabannya akan tampak dengan jelas betapa berat dan banyaknya macam ragam pekerjaan rumah tangga yang harus dikerjakan istri. Karena itu, beraneka ragamnya pekerjaan dan banyaknya macam pekerjaan pasti akan menyita seluruh perhatian, wajtu dan tenaga istri. Karena begitu kondisi obyektifnya, maka suami harus banyak memahami dan memaklumi apabila ada pekerjaan istri yang tidak selesai pada waktunya.

D. Kewajiban Orangtua Terhadap Anak
Ketika anak masih kecil, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk. Yang ada dalam dirinya adalah perasaan senang yang mendorongnya untuk mematuhi orang yang mengarahkan dan membimbingnya sehingga anak hidup dalam pengaruh orang yang membimbingnya. Apabila perilaku pengarah dan pembimbingnya tidak ada, maka anak akan tumbuh dalam kebimbangan, motivasi dan pribadi yang lemah. Oleh karena itu, peran orangtua sangat penting dalam menyeimbangkan kepribadian dan psikologi anak.
Seorang anak memerlukan pendalaman dan penanaman nilai-nilai norma dan akhlak ke dalam jiwa mereka. Sebagaimana orang tua harus terdidik dan berjiwa suci, berakhlak mulia dan jauh dari sifat hina dan keji, maka mereka juga dituntut menanamkan nilai-nilai mulia ini ke dalam jiwa anak-anak mereka dan menyucikan kalbu mereka dari kotoran.
Islam melihat bahwa masalah penyucian jiwa merupakan kewajiban dan bahkan paling wajib. Shalat adalah kewajiban, akan tetapi menyucikan jiwa dan melengkapinya dengan akhlak mulia jauh lebih wajib.
Ketika orangtua hendak menyampaikan perintah atau larangan kepada anak, maka terlebih dahulu mencari perhatian yang menarik bagi anaknya. Setelah itu orangtua baru memberikan pengertian tentang perintah yang hendak disampaikan dengan bahasa yang mudah dan dapat dipahami oleh anak yaitu dengan kata-kata yang jelas, perlahan-lahan dan tidak terlalu banyak. Bila perintah itu berupa perbuatan, orangtua dapat menjelaskan kepada anak bahwa mereka dan orang-orang yang lainnya juga melakukan perbuatan tersebut. Jika diperlakukan seperti ini, biasanya anak mau menuruti perintah orangtuanya.
Tapi jika seorang anak dibesarkan atas dasar kesombongan, dan sifat ini berpengaruh pada keprobadiannya, maka di masa datang perangainya akan cenderung membelot, menyombongkan diri dan menolak kebenaran.
Oleh karena itu hendaknya orang tua sadar akan keadaan dan kondisi anak-anaknya. Tanggung jawab mereka yang besar adalah menghindarkan anak-anaknya dari sifat-sifat jelek dan jahat tersebut. Jika tidak, maka hal itu pasti akan menjadikan mereka sebagai anak yang jahat.
BAB III
PENUTUP

Anak harus berbakti kepada orang tuanya. Hukumnya wajib. Bila tidak berbakti maka ia berdosa karena melanggar kewajiban. Di dalam ayat-ayat suci Alquran tidak terdapat perintah agar seorang ayah mengasihi anaknya. Dan dalam perntah agama Islam, amat sedikitlah anjuran agar orang tua menyayangi anaknya. Tetapi sebaliknya lebih banyak ialah diperintahkan agar sang anak mengasihi bunda dan ayahnya.
Diantara hak dan kewajiban suami adalah memimpin, memelihara dan bertanggung jawab, mencukupi kebutuhan ekonomi, memenuhi kebutuhan biologis dan melakukan pergaulan yang baik. Sedangkan hak dan kewajiban istri diantanya yaitu taat kepada Allah dan suami, menjaga kehormatan diri, melayani kebutuhan biologis suami dengan baik dan mengurus rumah tangga.
Adapun kewajiban orang tua terhadap anak selain memberikan materi juga lebih dari pada itu yaitu penanaman akhlak dan pemberian pendidikan untuk anak kelak agar menjadi insan yang dapat berguna di masyarakat sesuai dengan tuntunan ajaran agama.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Qur’an, Mesir: Daar al Kitab al Masri Qahirah
Adnan Hasan Shalih Baharits, 1996, Tanggung Jawab Ayah Terhadap Anak Laki-Laki, Jakarta: Gema Insani Press
Abdul Qadir Djaelani, 1995, Keluarga Sakinah, Surabaya: Bina Ilmu Offset
Husain Mazhahiri, 2000, Pintar Mendidik Anak: Panduan Lengkap Bagi Orang Tua, Guru dan Masyarakat Berdasarkan Ajaran Islam, Jakarta: Lentera Masritama
Ibnu Katsir, , 1996, Tafsir Alquran al ‘Azhiem, Beirut: Daar Ihya al Turats al Arabi
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, Beirut: Daar al Qur’an al Kariem
Umar Hasyim, 1995, Anak Saleh, Surabaya, PT. Bina Ilmu Offset.

ARTIKEL TERKAIT:

Post a Comment

Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D

NB: No Porn, No Sara', No women, No cry

Cari disini

Cerita² Enonk

#Pengunjung

Instagram