Ikuti @fauzinesia

Kelahiran Madrasah di Dunia Islam



1. Sekitar Kelahiran Madrasah di Dunia Islam
Madrasah merupakan isim makan dari “darasa” yang berarti “tempat duduk untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam).
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke 10-11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri dari Kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al Mulk” yang mendirikan madrasah “Nizhamiyah” tahun 1065 M yang oleh Gibb dan Kramers disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini didirikan madrasah terbesar oleh Shalahuddin Al Ayyubi.
Meskipun madrasah sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran di dunia Islam baru timbul sekitar abad ke-5 H tidak berarti bahwa sejak awal perkembangannya, Islam tidak memiliki lembaga pendidikan dan pengajaran. Islam datang dan mewarisi dari masyarakat bangsa Arab masa itu, ternyata jauh sebelum itu, yaitu pada zaman pemerintahan Bani Umaiyah, umat Islam sudah mempunyai semacam lembaga pendidikan yang disebut “Kuttab”.
Berdasarkan kenyataan tersebut, bahwa pada awal perkembangan pendidikan Islam, telah terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu: kuttab, yang mengajarkan kecakapan menulis dan membaca alquran serta dasar-dasar agama Islam kepada anak-anak, dan merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan mesjid, dalam bentuk halaqah, yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang berbagai macam ilmu pengetahuan masa itu, dan merupakan tingkat pendidikan lebih lanjut.
Berdasarkan dari halaqah-halaqah mesjid inilah yang kemudiannya melahirkan ulama-ulama besar dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan agama Islam, dan dari sini pula timbulnya mazhab atau aliran-aliran dalam berbagaia bidang ilmu pengetahuan, yang pada masa itu dikenal dengan istilah “Madrasah”.
Lahirnya madrasah0madrasah di dunia Islam, pada dasarnya merupakan usaha pengembangnan dan penyempurnaan zawiyah tersebut, dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat.
2. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau surau/langgar dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dang mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajarann tertentu.
Pada perkembangan berikutnya sistem pondok mulai ditinggalkan, dan berdiri madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yangn sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, dimana mata pelajaran hanya agama, dengan menggunkan kitab-kitab berbahasa Arab.
Akhirnya karena pengaruh dari ide-ide pembaruan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia, sedikit-demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudain timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem penjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah untuk tingkatan dasar; Madrasah Tsanawiyah, untuk sekolah Menengah Pertama dan ada pula Kuliah Muallimin (Pendidikan Guru) yang disebut Normal Islam, dan sebagainya.
Pada tahap lanjut, penyesuaian tersebut demiian terpadunya, sehingga kabur perbedaanya, kecuali pada kurikulum dan nama madrasah yang diembeli dengan Islam. Kurikulum madrasah atau sekolah-sekolah agama, masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan prosentase yang berbeda. Pada waktu pemerintahan Republik Indonesia dalam hal ini oleh Kementrian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah melalui Kementrian Agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit enam jam seminggu.
3. Pembinaan dan Pengembangan Madrasah
Sejak tumbuhnya madrasah adalah merupakan lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah Republik Indonesia. Undang-undang Dasar 1945, mengamanatkan, agar mengusahakan terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional (UUD 1945), Ps. 31 (2).
Dalam pembinaan dan pengembangan madrasah yang dilakukan pemerintah (Kementrian Agama) untuk mengarahkan agar madrasah-madrasah dapat diakui sebagai penyelenggara kewajiban belajar, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan kewajiban belajar, harus terdaftar pada Kementrian Agama.
Usaha pembinaan madrasah, menuju ke kesatuan sistem pendidikan nasional, semakin ditingkatkan. Usaha tersebut bukan hanya merupakan tugas dan wewenang Departemen Agama saja, tetapi merupakan tugas pemerintah secara keseluruhan, bersama masyarakat. Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P & K), Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, tentang: Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah. Dalam pertimbangnannya dinyatakan “bahwa dalam rangka pencapaian tujuan nasional pada umumnya dan mencerdaskan kehidupan bangsa pada khususnya, seta memberikan kesempatan yang sama pada tiap-tiap warganegara Indonesia untuk memperoleh pekerjaan, dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengajaran yang sama bagi tiap-tiap warganegara Indonesia, perlu diambil langkah-lanngkah untuk meningkatkan mutu pendidikan pada madrasah, agar lulusan dari madrasah dapat dilanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi.”
Keluarnya SKB Tiga Menteri pada tahun 1975, menunjukkan langkah maju bagi posisi madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Dengan SKB tersebut, madrasah memiliki persamaan sepenuhnya antara madrasah dengan sekolah-sekolah umum. Itu berarti madrasah menempati posisi yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam mencapai cita-cita pendidikan nasional, dan madrasah diharapkan dapat berperan yang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam memenuhi tuntutan masyarakat.
B. Perkembangan Madrasah dan Kebijakan Pemerintah
1. Masa Penjajahan dan Orde Lama
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, madrasah memulai proses pertumbuhannya atas dasar semangat pembaharuan di kalangan umat Islam. Latar belakang lahirnya madrasah itu bertumpu pada dua faktor penting. Pertama, pendidikan Islam tradisional dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang kurang memadai. Dan kedua, laju perkembangan sekolah-sekolah ala Belanda di kalangan masyarakat cenderung meluas dan membawakan watak sekularisme sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam yang memiliki model dan organisasi yang lebih teratur dan terencana. Pertumbuhan madrasah sekalligue menunjukkan adanya pola response ummat Islam yang lebih progresif, tidak semata-mata desfensif, terhadap politik pendidikan Hindia Belanda.
Kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Bagi pemerintahan penjajah, “pendidikan di Hindia Belanda tidak hanya bersifat pedagogis kultural, tapi juga bersifat psikologis politis.” Pandangan ini di satu pihak menimbulkan kesadaran bahwa pendidikan dianggap begitu vital dalam upaya mempengaruhi budaya masyarakat terdidik yang berbudaya Barat sehingga akan lebih akomodatif terhadap kepentingan penjajah. Tetapi, di pihak lain, pandangan di atas juga mendorong pengawasan yang berlebihan terhadap perkembangan lembaga pendidikan Islam seperti madrasah. Walaupun pengorganisasian madarasah menerima pengaruh dari sistem sekolah Belanda, tetapi muatan keagamaan di lembaga itu pada akhirnya akan menambah semangat kritis umat Islam terhadap sistem kebudayaan yang dibawakan oleh kaum penjajah.
Salah satu kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam mengawasi pendidkan Islam adalah penerbitan Ordonansi Guru. Kebijakan ini mewajibkan guru-guru agama untuk memiliki surat izin dari pemerintah. Tidak setiap orang, meskipun ahli ilmu agama, dapat mengajar di lembaga-lembaga pendidikan. Latar belakang Ordonansi Guru ini sepenuhnya bersifat polotis untuk menekan sedemikian rupa sehingga pendidikan agama tidak menjadi faktor pemicu perlawanan rakyat terhadap penjajah. Pengalaman penjajah yang direpotkan oleh perlawanan rakyat di Cilegon tahun 1888 merupakan pelajaran serius bagi pemerintahan Hindia Barat untuk menerbitkan Ordonansi Guru itu.
2. Masa Orde Baru
Secara umum diakui bahwa kebijakan pemerintah Orde Baru mengenai pendidikan agama, termasuk madrasah, bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an – 1990-an. Pemerintah Orde Baru memandang bahwa lembaga itu harus dikembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan seperti ini secara lebih kuat tercermin dalam komitmen Orde Baru untuk menyelenggarakan pendidikan agama sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Pada masa-masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan dalam beberapa hal mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan Orde Lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan secara nasional, tetapi merupakan lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama. Hal ini disebabkan karena kenyataannya bahwa sistem pendidikan madrasah lebih didominasi oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum berstandar, memiliki struktur yang tidak seragam, dan memberlakukan managemen yang kurang dapat dikontrol oleh pemerintah. Menghadapi kenyataan ini, maka langkah pertama dalam pembaharuan pendidikan madrasah adalah melakukan formalisasi strukturisasi madrasah. Formalisasi ditempuh dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan kriteria tertentu yang diatur oleh pemerintah, disamping mendirikan madrasah-madrasah negeri yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur penjenjangan dan perumusan kurikulum yang cenderung sama dengan penjenjangan dan kurikulum sekolah-sekolah di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.



BAB III
PENUTUP
Simpulan
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke-5 H atau abad ke 10-11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri dari Kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham al Mulk” yang mendirikan madrasah “Nizhamiyah” tahun 1065 M yang oleh Gibb dan Kramers disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham al Mulk ini didirikan madrasah terbesar oleh Shalahuddin Al Ayyubi.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau surau/langgar dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dang mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajarann tertentu.
Dalam pembinaan dan pengembangan madrasah yang dilakukan pemerintah (Kementrian Agama) untuk mengarahkan agar madrasah-madrasah dapat diakui sebagai penyelenggara kewajiban belajar, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Pemerintah menggariskan kebijaksanaan bahwa madrasah yang diakui dan memenuhi syarat untuk menyelenggarakan kewajiban belajar, harus terdaftar pada Kementrian Agama.

ARTIKEL TERKAIT:

Post a Comment

Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D

NB: No Porn, No Sara', No women, No cry

Cari disini

Cerita² Enonk

#Pengunjung

Instagram