Ikuti @fauzinesia

DATU KELAMPAYAN MARTAPURA

Enonk 1 6/27/2012


DATU KELAMPAYAN MARTAPURA
(asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari)

Yang disebut Datu Kalampayan tidak lain adalah Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari. Lahir 15 Shafar 1122 H bertepatan dengan 19 Maret 1710 M di Desa Lok Gabang, dan wafat di Dalam Pagar 6 Syawwal 1227 H bertepatan dengan 13 Oktober 1812 H dalam usia 105 tahun dan dimakamkan di kampung tersebut, yaitu desa Kelampayan, Martapura (sekitar 56 km dari Banjarmasin).
Maulana Syekh Muhammad Arsyad adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam sejarah pengembangan syiar agama Islam, khususnya di bumi Kalimantan. Seorang yang sangat gigih mempertahankan dan mengembangkan faham Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan faham Asy’ariah untuk Ilmu Tauhid, dan Mazhab Imam Syafi’i untuk bidang Ilmu Fiqih. Beliau juga seorang mufti (penasehat agama) pada Kesultanan Banjar, dan juga seorang penulis yang produktif.
Maulana Syekh Muhammad Arsyad ketika kecilnya bernama Muhammad Ja’far, adalah anak tertua dari lima bersaudara hasil perkawinan Abdullah dengan Siti Aminah.
Sejak kecil, tepatnya pada umur sekitar 7 tahun Muhammad Arsyad kecil sudah fasih dalam membaca Al-Qur’an. Bakat tulis-menulis juga sudah mulai nampak terlihat padanya kala itu. Karena itu beliau dipelihara dan dikumpulkan oleh sultan bersama dengan anak-anak dan cucu-cucu keluarga kerajaan.
Karena bakat dan kepandaian beliau dalam mempelajari ilmu agama sangat menonjol, maka menjelang usia 30 tahun Muhammad Arsyad
dinikahkan oleh sultan dengan seorang warga istana yang dikenal sebagai wanita yang taat dalam beragama yang bernama Bajut.

A. Menuntut Ilmu di Kota Makkah al-Mukarramah
Suatu saat beliau diberangkatkan ke Tanah Suci Makkah untuk memperdalam ilmu agama dengan biaya sultan (kerajaan), karena sultan berharap dengan ilmu yang diperolehnya di Tanah Suci itu kelak akan dapat membimbing dan mengajarkannya kepada rakyat Banjar dan sekitarnya dalam hal keagamaan (Islam).
Selama berada di Kota Makkah, asy-Syeikh Muhammad Arsyad bermukim di sebuah rumah di Kampung Syamiyyah. Selama di Makkah beliau menuntut ilmu dengan tekun di Masjidil Haram dalam berbagai bidang ilmu kepada para masyaikh (guru-guru besar) dan ulama-ulama yang ternama pada zamannya.
Di Tanah Suci Makkah dan Madinah beliau belajar kepada para ulama yang terkenal, antara lain:
1. Syekh Athaillah bin Ahmad Al-Mihsri Al-Azhar.
2. Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurdi. Madinah. Beliau sempat berdialog tentang masalah agama dan hukum-hukum Islam dengan Syaikhul Islam Imamul Haramain ini yang kala itu baru datang dari Mesir, beliau ini yaitu Syekh Muhammad Sulaiman Al-Kurdi adalah pengarang kitab Hawasyil Madaniyyah.
3. Syekh Muhammad bin Abdul Karim As-Sammany Al-Madany, dalam bidang ilmu tasawuf yang akhirnya beliau mendapat ijazah dengan kedudukan Khalifah (wakil).
4. Syekh Ahmad bin Abdul Mun’im Ad-Damanhuri.
5. Syekh Sayyid Abul Faydh Muhammad Murtadha’ Az-Zabidi.
6. Syekh Hasan bin Ahmad ‘Akisy Al-Yamani.
7. Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashri.
8. Syekh Shiddiq bin Umar Khan.
9. Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi.
10. Syekh Abdurrahman bin Abdul Azis Al-Maghrabi.
11. Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulayman Al-Ahdal.
12. Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fathani.
13. Syekh Abdul Ghani bin Syekh Muhammad Hilal.
14. Syekh ‘Abid As-Sindi.
15. Syekh Abdul Wahab Ath-Thanthawi.
16. Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani.
17. Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Jawahir.
18. Syekh Muhammad Zayn bin Faqih Jalaluddin Aceh.
Guru-guru yang banyak memberikan sanadnya antara lain adalah:
1. al-’Allamah asy-Syeikh as-Sayyid Abil Faidh Muhammad Murthada bin Muhammad az-Zabidi.
2. al-’Allamah asy-Syeikh as-Sayyid Sulaiman bin Sulaimanal-Ahdal.
3. al-’Allamah asy-Syeikh Salim bin Abdullah al-Bashri al-Makki.
4. al-’Allamah asy-Syeikh Hasan bin Ahmad ‘Akisi al-Yamani.
Selama berada di Kota Makkah, para penuntut ilmu mengenal lima ulama yang saling bersahabat dan selalu seiya sekata dalam berjuang, yaitu empat orang putera Indonesia yang berasal dari empat pulau besar di Indonesia, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dan Jawa, dan satu orang lagi yang berasal dan Fatthani, Thailand.
Kelima orang yang saling bersahabat itu adalah:
1. al-’Allamah asy-Syeikh Abdusshamad al-Falimbani, dari Palembang, Sumatera.
2. Al-’Allamah asy-Syeikh Abdurrahman Masri al-Bantani, dari Banten, Jawa.
3. al-’Allamah asy-Syeikh Abdul Wahab Sadengreng Bunga Wardiyyah, dari Bugis, Sulawesi.
4. Al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari dari Martapura, Banjar, Kalimantan.
5. al-’Allamah asy-Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, Thailand.
Karena kecerdasan dan kecakapannya dalam menyelesaikan berbagai masalah, ditambah pula sifat-sifat terpuji yang dimilikinya sejak kecil, maka ia mendapat kepercayaan dari guru-gurunya yang mengajarnya untuk mengajar di Masjidil Haram. Dan ia termasuk salah seorang putera Indonesia yang mengajar di Masjidil Haram dengan sebutan seorang asy-Syeikh.
Diantara Murid al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad ketika ia masih berada di Kota Makkah adalah:
1. al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Shaleh bin Murid ar-Rawa. (Penyusun Kitab Fathul Mubin)
2. al-’Allamah Haji Abdul Ghani. (Penyebar Islam di Pontianak dan sekitarnya)
3. Sultan Tahmidullah II bin Sultan Tamjidullah, serta masih banyak lagi murid-muridnya yang belajar kepadanya saat beliau berada di Kota Makkah.

B. Kiprah Dakwahnya di Pulau Borneo
Setelah lebih 30 tahun belajar di Tanah Suci beliau akhirnya dapat menguasai keahlian di berbagai bidang ilmu agama seperti: ilmu fiqih, ilmu tasawuf, usul fiqih, cabang-cabang Bahasa Arab seperti: nahwu, sharaf, balaghah dan lain-lain, serta ilmu falak (astronomi) dan ilmu umum seperti ilmu politik serta pemerintahan. Selesai mempelajari ilmu yang disebutkan di atas beliau pulang ke Tanah Air bersama kawan-kawannya.
Setiba di tanah Betawi (Jakarta) Muhammad Arsyad dan kawan-kawan disambut oleh para ulama dan orang banyak dengan gembira. Selama 60 hari berada di Betawi (Jakarta), beliau berkunjung ke beberapa mesjid. Berkat beberapa karamah (keahlian) yang beliau miliki, beliau dapat membetulkan arah kiblat masjid yang kurang tepat. Mesjid yang beliau perbaiki arah kiblatnya adalah Mesjid Jembatan Lima, Mesjid Luar Batang, dan Mesjid Pekojan.
Selanjutnya beliau menuju Banjarmasin dengan menumpang kapal Belanda. Sesampai di tengah Laut Jawa, kapten kapal bertanya:
“Ya, Tuan Haji Besar! berapakah kedalaman laut Jawa ini?” kata kapten kapal. Sebelum menjawab Syekh Muhammad Arsyad memandangi air laut Jawa tesebut, kemudian beliau berkata. “200 meter” jawab Syekh Muhammad Arsyad
Kapten kapal tadi tidak langsung percaya dengan jawaban Muhammad Arsyad itu, kemudian dia mengambil meteran panjang dan mengukur kedalaman laut tersebut. Setelah diukur ternyata kedalaman laut tersebut tepat 200 meter, sedikitpun tidak kurang atau lebih, kapten kapal Belanda itu menggelengkan kepalanya mendengar jawaban Syekh Muhammad Arsyad.
“Tuan Haji Besar, anda orang hebat!” puji kapten kapal.
“Dari mana tuan mengetahui bahwa kedalaman laut Jawa ini 200 meter? tanya kapten kapal.
“Dari warna airnya, bila air laut berwama putih kebiru-biruan kedalamannya 200 meter, seperti laut Jawa ini bila kebiru-biruan maka kedalamannya mencapai 2000 meter, dan bila berwarna biru kedalamannya mencapai 2000 meter lebih” jawab Syekh Muhammad Arsyad dengan mantap.
“Tuan, betul” kata kapten kapal Belanda itu kagum akan kecerdasan dan ilmu yang dimiliki beliau.
Pada Bulan Ramadhan 1186 M, yang bertepatan dengan Desember 1772 M beliau sampai di Banjar disambut masyarakat dan keluarga dengan penuh gembira. Sejak saat itu ia mulai mengintensifkan dakwah dan pembinaan serta pengkaderan ulama melalui perkampungan di Desa Dalam Pagar Martapura.
Disamping mendidik para keluarganya, beliau juga aktif mengajar dan mendidik para murid yang datang dan berbagai daerah, selain itu beliau juga berdakwah ke segenap lapisan masyarakat. Keberhasilan dakwah asy-Syeikh Muhammad Arsyad disebabkan kemampuannya dalam mengemas strategi dakwah dengan jalan menyatu bersama masyarakat awam, meningkatkan kaderisasi, regenerasi da’i, serta turut berperan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta ikut serta dalam pengaruh kekuasaan kerajaan.
Dalam menyampaikan dakwahnya, ia menggunakan berbagai metode dan sarana yang saling menunjang agar sasaran yang dituju dapat tersentuh dengan tepat. Dengan metode bil hal atau lisanulhal, hasilnya sangat mewarnai jiwa anak didik dan dapat merubah pola pikir serta perbuatannya ke arah kebajikan dan amal ibadah mereka dalam waktu yang relatif singkat.
Dengan dakwah bil lisan ia memang sudah memulainya sejak kedatangannya ke Martapura. Di sisi lain ia juga menjabat sebagai penasehat di kalangan istana, maka Sultan Tahmidullah II pun termasuk menjadi salah seorang muridnya.
Dengan dakwah bil qalam ia juga melakukan penyusunan kitab-kitab yang mencakup semua ajaran Islam dalam Bahasa Melayu agar misi dakwahnya dapat diterima ke segenap penjuru dan menjadikannya sebagai pegangan di kalangan rakyat.
Agar Muhammad Arsyad leluasa mengembangkan ilmu yang telah diperolehnya, oleh Sultan Tahmidullah II beliau diberi sebidang tanah belukar di luar kota Martapura, tepat di tepi sungai menuju Banjarmasin. Tanah belukar itu dijadikan perkampungan tempat tinggal dan di tempat ini pula beliau dapat mengajarkan ilmu-ilmu yang telah didapatnya dengan membuka pengajian-pengajian.

C. Hasil Karya (Tulisan) Datu Kelampayan
Beliau mulai menulis kitab-kitab pada tahun kedua (Pada tahun 1188 H/177M) dari kedatangannya dari Tanah Suci Makkah. Diantara karya tulisnya adalah:
1. Kitab Ushuluddin, berkaitan dengan keimanan dan tauhid.
2. Kitab Luqthatul Ajlan, berisikan tentang sifat-sifat dan hukum-hukum seputar kewanitaan. Diantaranya mengenai hukum haid, nifas, istihadhah, dan lain sebagainya.
3. Kitab Faraidh, berisi tentang hukum-hukum waris.
4. Kitab Tuhfaturraghibin, pernah diterbitkan di Mesir pada tahun 1352 H, berisikan tentang hakekat iman dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
5. Kitab al-Qaulul Mukhtashar Fi ‘Alamatil Mahdil Muntadzar, ditulis pada tahun 1196 H yang berisi tentang penjelasan tanda-tanda akhir zaman. Pernah dicetak di Singapura pada tahun 1356 H yang bertepatan dengan tahun 1937 M.
6. Kitab Ilmu Falaq, ditulis dalam Bahasa Arab yang isinya menerangkan cara menghitung kapan terjadinya gerhana matahari dan bulan, serta segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu falak.
7. Kitabun Nikah, menerangkan tentang pengertian wali dan bagaimana cara pelaksanaan akad nikah. Pernah diterbitkan di Istambul Turki tahun 1304 H.
8. Kitab Kanzul Ma’rjfah, berisi tentang ilmu tasawuf.
9. Fatawa Sulaiman al-Kurdi, berisi tentang kumpulan fatwa-fatwa asy-Syeikhul Islam Imamul Haramain al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, sehubungan dengan pertanyaan asy-Syeikh Muhammad Arsyad tentang tindakan raja yang memungut pajak dan hukum denda bagi pelanggar hukum bagi yang meninggalkan Shalat Jum’at dengan sengaja, serta berisi tentang masalah-masalah penting lainnya.
10. Kitab Sabilul Muhtadhin, yang merupakan karya terbesar asy-Syeikh Muhammad Arsyad. Kemasyhuran kitab ini bukan hanya di Indonesia, bahkan sampai ke seluruh penjuru Malaysia, Thailand, Kamboja dan Brunai, bahkan menjadi khazanah kepustakaan bagi perpustakaan-perpustakaan besar di negara-negara Islam di dunia, termasuk Makkah, Madinah, Mesir, Turki, dan Bairut.
Kitab ini ditulis atas permintaan Sultan Tahmidullah II pada tahun 1193 H, ditulis dalam Bahasa Melayu dan selesai pada Hari Ahad 27 Rabiul Akhir 1195 H. Kitab ini pertarna kali dicetak pada tahun 1300 H di Kota Makkah, dan dicetak lagi di Istambul Turki tahun 1302 H, lalu dicetak kembali di Mesir Pada tahun 1307 H.
11. Mushaf al-Qur’an al-Karim, mulai ditulis pada tahun 1779 M yang dilengkapi dengan Qiraah Ibnu Katsir dan Warsyi di tepinya. Terdiri dari tiga jilid yang masing-masing terdiri dari 19 juz. Ini menunjukkan tingginya budaya seni yang dimilikinya.
Hiasan kaligrafi ia wujudkan kombinasi antara budaya Islam dan ciri khas daerah Banjar yang sangat menarik dan mempunyai arti ibadah sehingga dikagumi oleh pakar-pakar budaya serta seni Islam di Indonesia dan dunia. Serta masih banyak lagi karya-karya tulisnya yang tidak kami sebutkan dalam buku yang sederhana ini.
Selain itu ada pula karya tulis beliau berupa mushaf Al-Qur’an tulisan tangan beliau dalam ukuran besar dan dengan khath yang sangat indah, dan sampai sekang masih dapat dilihat di Museum Nasional Banjarbaru Kalimantan Selatan.
Kitab-kitab beliau tersebut sampai sekarang masih dijadikan bahan kajian dan pelajaran, bahkan sebagai bahan pegangan dalam melaksanakan ibadat, terutama kitab Sabilal Muhtadin. Kitab Sabilal Muhtadin ini tersiar luas di Asia Tenggara bahkan sampai ke Makkah dan Mesir, dan ini merupakan salah satu karamah (kemuliaan) beliau.

D. Pemikiran-Pemikiran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
1. Bidang Pendidikan
Salah satu yang dilakukannya setelah berada di Kalimantan Selatan khusus di Martapura adalah mendirikan lembaga pendidikan Islam yang sangat penting untuk mendidik kaum Muslimin guna meningkatkan pemahaman masyarakat atas ajaran-ajaran dan praktik-praktik Islam.
Untuk mewujudkan ide gagasan beliau, maka dibangunlah sebuah pusat pendidikan Islam, yang serupa surau di Sumatera Barat atau Pesantren di Pulau Jawa. Pusat Pendidikan Muhammad Arsyad al-Banjari terdiri atas ruangan-ruangan untuk kuliah, pondokan para murid, rumah para guru dan perpustakaan. Pusat ini secara ekonomis dapat membiayai dirinya sendiri, karena Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari bersama dengan beberapa guru dan murid mengubah tanah di lingkungan itu menjadi sawah produktif dan kebun-kebun sayuran. Tak lama kemudian, pusat itu telah menjadikan dirinya sebagai locus paling penting untuk melatihkan para murid yang di kemudian hari menjadi ulama terkemuka di kawasan Kalimantan Selatan. (Azra; 1995; 254-255).
Lembaga pendidikan non formal ini, pertama dalam masyarakat Banjar, di sini telah diajarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan secara lebih luas dan mendalam. (Hasbullah; 1998; 64).
Pendidikan yang dikembangkan ada yang menggunakan sistem halaqah, yang bersifat umum diikuti oleh masyarakat. Sistem pendidikan ini, para santri duduk melingkar di sekeliling guru untuk menerima pelajaran. Selain itu, ada pula yang khusus atau sorogan pelajaran hanya diberikan kepada keluarga dekat dan orang-orang tertentu dengan menggunakan kitab-kitab standar Arab sebagai rujukan utama. Dalam sistem ini para santri secara bergiliran menghadap gurunya dengan membaca kitab yang akan dipelajari (Baderi, 1986: 13).
Sistem sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dan keseluruhan sistem pendidikan Islam tradisional, sebab menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi dari murid. Setelah itu sistem ini terbukti sangat efektif, karena memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid menguasai pelajarannya (Dhofier; 29).
Pelajaran dasar yang diberikan oleh Muhammad Arsyad adalah Al-Qur’an dan baca tulis Arab Melayu, dan ibadah (fiqh) dengan cara diimlakan, dilanjutkan dengan Nahwu dan Saraf (Bahasa Arab), Tafsir, Hadis, Tauhid dan lain-lain. (Hasbullah; 1998; 66-67).
2. Bidang Hukum Islam
Pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad dalam bidang Hukum Islam (Fiqh) antara lain:
a. Pelaksanaan salat berjamaah tempat khusus (langgar) untuk keperluan dalam kegiatan beribadat dan kepentingan masyarakat sekitarnya. Menurut Muhammad Arsyad merupakan syiar Islam sehingga bagi musafir dapat mengetahui bahwa daerah itu adalah daerah komunitas muslim. Ia menetapkan hukum salat berjamaah sebagai fardu kifayah bagi suatu dusun kecil yang berpenduduk sekitar 30 orang muslim laki-laki mukallaf. (Rasyidah; 1990; 128).
b. Mengenai pemakaman mayat, Muhammad Arsyad mewajibkan penggunaan tabala atau peti mati. Hukum ini ditetapkannya erat kaitannya dengan kondisi alam daerah Kalimantan Selatan yang berair, rawa, dan tanah gambut. Di samping itu, juga untuk menghindari dari gangguan binatang buas pemakan bangkai sehingga ia mewajibkan memakai tabala. (Rasyidah, 1990; 128).
c. Pelaksanaan zakat sebagai manifestasi dan keadilan sosial, telah maju sesuai dengan perkembangan zamannya, bahkan masih relevan dengan zaman sekarang. Menurutnya zakat harus diberikan kepada orang yang mustahak (orang-orang yang berhak) dan mempunyai ketrampilan kerja, sehingga zakat tersebut dapat dijadikan sebagai modal usaha yang produktif bukan untuk konsumtif dengan maksud agar si penerima zakat sejak menerimanya sampai usia kebanyakan orang (kurang lebih 60 tahun), tidak lagi termasuk fakir miskin yang menerima zakat. Sikap ini perlu diangkat ke permukaan dalam memerangi kemiskinan umat Islam. (Rasyidah, 1990; 129).
d. Pendapat Muhammad Arsyad mengenai Kenduri, yaitu:
(a) sunat bagi seisi kampung serta keluarganya membawa makanan untuk keluarga yang kematian, (b) makruh lagi bid’ah bagi yang kematian menyediakan makanan untuk dimakan oleh orang banyak, baik sebelum maupun sesudah mayat dikuburkan, seperti yang berlaku di masyarakat Banjar, (c) makruh lagi bid’ah bagi yang menghadiri undangan jamuan yang disediakan bagi kenduri oleh keluarga mayit, (d) haram menyediakan makanan bagi keluarga mayit yang menangis dengan manyawak (nyaring) karena dianggap menolong yang bersangkutan berbuat maksiat. (Muhammad Arsyad, Sabilal Muhtadin II; 87).

3. Bidang Tauhid
a. Konsep Iman, Muhammad Arsyad berpendapat bahwa esensi iman adalah “tasdiq” (membenarkan sesuatu) dalam hati. Ia juga menyetujui pendapat lain esensi iman adalah tashdiq dihati dan ikrar (mengakui) dengan lidah. Namun beliau menolak pendapat Muktazillah bahwa amal termasuk dalam esensi iman. Meksipun demikian, ia sangat mendambakan terwujudnya iman sempurna pada diri seorang mukmin, yaitu menyatunya tasdiq di hati, iqrar dengan lidah dan amal lewat anggota, sebagaimana konsep iman di kalangan fukaha dan ahli sufi.
b. Fungsionalisasi Iman dalam kehidupan, Muhammad Arsyad berpendapat baliwa iman harus dipelihara dan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar jadi iman yang sempurna dan mantap. Yaitu agar segala tindakannya, baik keyakinan dan perkataan maupun perbuatan hams hati-hati, supaya segala tindakan itu tidak sampai merusak atau membinasakan iman yang ada.
c. Pemurnian akidah, Muhammad Arsyad berpendapat bahwa banyak praktik adat kebiasaan masyarakat yang bertentangan dengan akidah Islam dan membahayakan akidah yang benar. Ia menyebutkan sebagai contoh upacara menyanggar banua dan membuang pasilih, yang dianggapnya sebagai perbuatan bid’ah dalalah yang diharamkan, perbuatan tersebut dapat membawa kemusyrikan menurut pandangan mazhab Syafi’i dan aliran Asy’ariyah. Karena itu, ia menganjurkan agar umat Islam meninggalkan upacara-upacara itu.
d. Ahlussunnah Wal Jamaah, Muhammad Arsyad berpendapat bahwa paham Ahlussunnah Wal Jamaah di bidang akidah pada dasarnya adalah paham yang sesuai dengan tuntunan Rasul dan para sahabatnya, hal ini sesuai dengan hadis yang berbunyi: “Ma ana ‘alaihi wa ashhabi”. Dasar paham seperti itulah yang dipegangi oleh aliran Asy’ariyah dan A1-Maturidiyah. Hasil Penelitian Tim IAIN Antasari, 1988; 7-25).

4. Bidang Dakwah
Secara global ada tiga klasifikasi dakwah yang dikembangkan Muhamamd Arsyad yaitu dakwah bil hal, dakwah bil lisan dan dakwah bil kalam (tulisan).
Dakwah bil hal adalah aktivitas dakwah melalui perbuatan nyata dengan berbagai bentuk kegiatan dan hasilnya bisa segera dirasakan. Ada beberapa bentuk dakwah Muhammad Arsyad yang dapat diklasifikasikan dakwah bil hal, antara lain :
a. Kaderisasi Ulama, yang dilakukan Muhammad Arsyad adalah mendirikan pengajian di kampung Dalam Pagar dan selanjutnya pengajian tersebut dijadikan lembaga pendidikan yang bernama Pesantren Darussalam. Lembaga pendidikan telah menghasilkan kader-kader ulama yang tangguh di kawasan Kalimantan.
b. Memurnikan ajaran Islam, dakwah Islam yang diarahkan oleh Muhamamd Arsyad pada masyarakat Banjar adalah untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh ajaran animisme, dinamisme, dan adat tradisional yang masih berakar dalam kehidupan masyarakat. Ia juga telah membentengi umat Islam dengan ajaran tasawuf Suni agar tidak terpengaruh dan tasawuf Falsafi yang dikembangkan Abdul Hamid Ambulung.
c. Perkawinan, dakwah yang dilakukan melalui perkawinan ini, Muhamamd Arsyad lakukan secara nyata dengan mengawini seorang wanita keturunan Cina yang bernama Go Hwat Nio (Gowat). Dengan istri ini beliau memperoleh enam orang anak, dari keturunan ini tersebar ulama yang cukup kharismatik yang ada pada saat ini seperti : Drs.H.M. Qasthalani dan Guru H. Zaini Gani (Guru Ijai). Muhammad Arsyad selalu menekankan kepada para dai agar kawin dengan masyarakat setempat, agar dakwahnya dapat diterima oleh masyarakat. (Zamzam, 1979; 58).
d. Integrasi dengan penguasa dengan masyarakat, Muhamamd Arsyad berhasil menyatukan penguasa dengan rakyatnya atas dasar ikatan ajaran Islam sehingga tidak ada jurang pemisah, baik antara penguasa dengan rakyat maupun antara umara dan ulama. Hal mi dapat dicapai lantaran sistem pendekatan yang dilakukannya dimulai dan rakyat dan kemudian penguasa (Zamzam, 1979; 58). Di samping itu, ia memanfaatkan kondisi hubungan baik dengan penguasa, yaitu dengan menebarkan dasar-dasar keagmaan dalam lingkungan kerajaan melalui pengajaran dan fatwa. Karena semua Sultan Banjar semasa dengannya selalu menerima dakwah dan fatwanya bahkan tidak ada seorang penguasapun berani menyakiti hatinya. Oleh karena itu, agama Islam tumbuh dengan subur di Kesultanãn Banjar. (Abdullah, 1980; 16).
Dakwah bil lisan yang dilakukan oleh Muhammad Arsyad adalah melalui ceramah-ceramah di pengajian, majelis-majelis taklim dan termasuk di lingkungan istana sendiri. Ruang lingkup pemikiran Muhammad Arsyad memiliki enam kerangka dasar yang diletakkannya, yaitu : (a) Dakwah harus dilandasi kealiman atau ilmu yang mampuni dan cinta kepada ilmu pengetahuan, (b) Dakwah harus punya orientasi dan prioritas terutama dalam mencetak ulama sesuai dengan tuntuan masyarakat, (c) Dakwah harus mempunyai fokus wawasan yang luas di berbagai kehidupan guna memperoleh kemandirian yang dituangkan melalui dakwah bil hal, (d) Dakwah harus mampu merangkul dan mengayomi semua lapisan masyarakat, sehingga tidak ada lagi jurang pemisah antara penguasa dan rakyat, kaya dan miskin dan seterusnya, (e) Dakwah harus diwujudkan secara elastis dan totalitas yang mencakup dakwah lisan, tulisan dan perbuatan; dan (f) Dakwah harus dijiwai dengan keikhlasan dan loyalitas yang tinggi tanpa pamrih sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. (Tim Peneliti IAIN Antasari, 1988; 15-16).
5. Bidang Tarekat
Menjelang akhir abad ke-18, ortodoksi fikih yang telah dirintis oleh Nuruddin ar-Raniri semakin membumi dalam rangka mengkaunter pemikiran tasawuf falsafi Hamzah Fansuri. Pemikiran ortodoksi fikih Nuruddin ar-Raniri dikembangkan lebih lanjut oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dengan kitabnya yang monumental, yaitu Sabilal Muhtadin. Salah satu kasus yang terjadi pada masa kerajaan Banjar Syekh Muhamamd Arsyad al-Banjari menfatwakan hukuman gantung kepada Abdul Hamid Ambulung yang mengajarkan tentang wihdatul wujud atau tasawuf falsafi.
Sosok Arsyad al-Banjari sepertinya mempunyai kemampuan multi dimensi dalam berbagai bidang keagamaan, meksipun ia lebih dikenal dengan tokoh di bidang fikih dengan kitabnya Sabilal Muhtadin li Tafaqquhfi al-Dien. Kitab ini telah tersebar ke berbagai dunia Islam.
Kitab-kitab yang ditulis Muhammad Arsyad dalam bidang fikih banyak dipengaruhi oleh para gurunya, yaitu Imam Sulaiman Kurdi di Madinah. Dalam masalah tasawuf khususnya tarekat, ia dibimbing langsung oleh Syekh Samman al-Madani dengan tarekat Sammaniyahnya. Menurut Martin, bahwa Syekh Muhamamd Arsyad al-Banjari adalah khalifahnya tarekat Sammaniyah. Akan tetapi yang perlu digarisbawahi, bahwa Arsyad al-Banjari tidak hanya menganut satu tarekat saja, tetapi banyak tarekat yang ia amalkan, hal ini dikemukakan oleh KH. Irsyad Zien, salah seorang keturunan Syekh Arsyad yang sampai sekarang aktif mengumpulkan dan menulis kembali karya-karya Arsyad al-Banjari. Hal ini terlihat dari beberapa sanad tarekat yang ada seperti halnya Syazilliah, Khalwatiyah dan lain-lain.
Muhammad Arsyad merupakan pelopor tarekat Sammaniyah di Kalimantan Selatan, dan dilanjutkan oleh keturunannya K.H. Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Guru Sekumpul). Namun dalam kitabnya Kanz al-Ma’rifah tidak terlihat secara jelas ia penganut tarekat Sammaniyah, karena terdapat beberapa perbedaan yang begitu nampak di sana.
Isi kitab Kanz al-Ma’rifah itu memuat beberapa aturan dan persiapan yang lazim dilakukan oleh seorang penganut tarekat secara umum, diantaranya dikemukakan tentang konsep mengenal diri, hal ini dimaksudkan agar mempersiapkan seorang salik dalam menjalani segala bentuk peribadatan dan kegiatan yang dilakukan ketika mengamalkan tarekat itu.
Muhammad Arsyad, telah mengemukakan tentang kedudukan syariat, amal dan wahyu. Menurutnya syariat merupakan pondasi pertama yang dalam melakukan kegiatan yang lebih mendalam, terutama masalah penggodokan hati.
Muhammad Arsyad juga mengemukakan tentang murakabah, yaitu; tata cara seorang hamba agar sedapat mungkin dekat dengan Allah, baik melalui ibadat ritual maupun melalui ibadat secara umum, atau menjalani maqamat secara teratur dengan berdasarkan bimbingan seorang murabbi mursyid. Ia juga membahas tentang makrifah, yaitu; mengenal Allah secara ijmali dan tafsili, sehingga siapa yang disembah itu betul-betul dikenal, sebab orang hanya tahu bahwa Allah itu pencipta, Esa, tetapi tidak mengetahui secara rinci tentang Allah itu. Seseorang terjun ke dunia tarekat harus benar-benar menjalankan agama Islam secara murni sehingga ia dapat mengenal (Makrifah) kepada Allah.
Setelah tahapan-tahapan pengamalan tarekat, ia menampilkan zikir-zikir, dan beberapa aturannya. Dalam kitab Kanz al-Ma’rifah itu tidak menggambarkan tentang zikir beserta aturannya yang dianut oleh tarekat Sammaniyah, namun lebih dekat dengan tarekat Syazaliyah.
Berdasarkan paparan di atas, dapat dikatakan bahwa Muhammad Arsyad adalah penganut tarekat Sammaniyah yang telah dimodifikasi dengan tarekat Syazaliyah dan tarekat Khalwatiyah, sebagaimana yang dianut oleh Tuan Guru H. Muhammad Zaini Gani (Guru Sekumpul) di Martapura. (Abdul Hadi, 2003).

E. Kewafatan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Al-’Allamah asy-Syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari mempunyai saudara empat orang diantaranya adalah: Abidin, Haji Zainal Abidin, Diyang Panangah, dan Nurmein. Karena keadilan dan kebajikannya terhadap para isterinya, maka ia sanggup mempunyai isteri sampai empat orang dalam keadaan rukun.
Apabila meninggal salah seorang dari mereka, Ia pun menikah lagi sehingga total Ia pernah menikah sebelas kali. Sebelas orang isteri tersebut adalah: Tuan Bajut, Tuan Bidur, Tuan Lipur, Tuan Guwat atau Go Hwat Nio, Turiyyah, Ratu Aminah, Tuan Palung, Tuan Kadarmanik, Tuan Markidah Tuan Liyuh, dan Tuan Tuadai.
Dari hasil pernikahannya dengan beberapa isteri itu, beliau mendapatkan banyak keturunan. Diantara putera dan puterinya adalah: Syarifah, Aisyah, Haji Abu Suud, Sa’idah, Haji Abu Na’im, Khalifah Haji Syahabuddin, Asiyah, Khalifah Haji Hasanuddin, Khalifah Haji Zainuddin, Raihanah, Hafsah, Mufti Haji Jamaluddin, Nur’ain, Amah, Cie.
Serta Mufti Haji Ahmad, Shafiyyah, Shafura, Maimun Shalihah Muhammad Maryamah Salman, Salmah, dan Salimah. Dari keturunan beliau inilah terlahir para ulama yang sangat terkenal keilmuannya baik di daerah asalnya Kalimantan hingga ke daerah-daerah lainnya di Indonesia bahkan sampai ke negara-negara Islam di dunia.
Maka, setelah sekitar 58 tahun belajar dan sekitar 40 tahun mengajar dengan tidak mengenal lelah dan tanpa pamrih sehingga banyak ulama-ulama handal yang berhasil dicetaknya yang tersebar dimana-mana. Akhirnya pada Malam Selasa antara Magrib dan Isya’, pada tanggal 6 Syawal 1227 H, yang bertepatan dengan 13 Oktober 1812 M, beliau menghadap kepada Sang Pencipta untuk selama-lamanya.
Sesuai wasiatnya, beliau dimakamkan di Desa Kelampayan. Saat wafat beliau meninggalkan 30 anak dan 114 cucu yang diantara semua anak cucunya meneruskan cita-cita dan usaha beliau.













BAB III
PENUTUP

Simpulan
- Datu Kalampayan (Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari) lahir pada tanggal 15 Shafar 1122 H/bertepatan 19 Maret 1710 M di Desa Lok Gabang. Beliau adalah seorang ulama yang berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam sejarah pengembangan syiar agama Islam khususnya di Kalimantan.
- Karya beliau diantaranya:
1. Kitab Ushuluddin
2. Kitab Luqthatul Ajlan
3. Kitab Faraidh
4. Kitab Tuhfaturraghibin
5. Kitab al-Qaulul Mukhtashar Fi ‘Alamatil Mahdil Muntadzar
6. Kitab Ilmu Falaq
7. Kitabun Nikah
8. Kitab Kanzul Ma’rjfah
9. Fatawa Sulaiman al-Kurdi
10. Kitab Sabilul Muhtadhin
11. Mushaf al-Qur’an al-Karim
- Beliau wafat di Dalam Pagar 6 Syawwal 1227 H/bertepatan dengan 13 Oktober 1812 M dalam usia 105 tahun dan dimakamkan di desa Kalampayan, Martapura (sekitar 56 km dari Banjarmasin).




DAFTAR PUSTAKA


Sahriansyah & Syafruddin, Pemikiran Ulama di Kalimantan Selatan Abad XVII-XX, Banjarmasin: Antasari Press 2011

Tim Sahabat, Datu-Datu Terkenal Kalimantan Selatan, Kandangan: Sahabat, 2010

Tim Pustaka Basma, 3 Permata Ulama Dari Tanah Banjar, Malang: Pustaka Basma, 2012

ARTIKEL TERKAIT:

1 Ninggal jejak

budi hartanto, Sherlly, Dessy dan Reynaldo Lesmana
jl.mesjid pekojan 2 no 2b dan 2c
pejagalan rt.07 rw.06

kemampuan baca pikiran siapa saja (24 jam tanpa henti) , kemampuan muncul sejak lahir, gen menurun dari sang ibu dan saudarinya (sudah berjalan 3 generasi) seperti frofesor xavier (xmen). anggota yg punya bakat yg sama berjumlah 10 orang (4 laki, 6 wanita).

membantu menyelesaikan masalah pelik: korupsi, nepotisme, bongkar rahasia, jebakan dan kelemahan orang lain tanpa usaha, mengambil usaha/penghasilan orang lain tanpa usaha (mengetahui siapa suppliernya, agen,pegawai),dll

dapat membaca pikiran orang yg jadi target hingga 10 orang secara bersamaan 24 jam setiap hari dimanapun mereka berada di indonesia.

target dapat dibaca pikirannya tanpa masalah, jarak baca pikiran hingga ribuan km, sudah dibuktikan di lapangan.

jgn anggap remeh informasi ini. ini berita nyata benar adanya dan teruji di lapangan, tolong sebarkan supaya bermanfaat bagi banyak orang.

tempat usaha : lindeteves centre ground floor 2 b12 no.1

Post a Comment

Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D

NB: No Porn, No Sara', No women, No cry

Cari disini

Cerita² Enonk

#Pengunjung

Instagram