Ikuti @fauzinesia

ALIRAN ESSENSIALISME DALAM PENDIDIKAN



A. Tentang Essensialisme
Essnsialisme adalah suatu aliran pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Aliran essensialisme muncul pada zaman renaissance, dengan ciri-ciri utamanya yang berbeda dengan progressivisme. Perbedaan ini trutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterikatan dengan doktrin tertentu.
Bagi essesialisme, pendidikan yang berpijak pada dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
Agar dapat terpenuhi maksud terebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mana mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini; dengan perhitungan zaman renaissance, pandangan essensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Bagi aliran ini, “Education as cultural conservation”, pendidikan sebagai pemelihara kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran essensialisme dianggap para ahli sebagai ”Conservative road to culture”. Yakni aliran ini ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.
Essensialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan sejarah. Kebudayaan demikian adalah essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat manusia.
Kebudayaan, sumber itu tersimpul dalam ajaran para filosof ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu mereka bersifat kekal, monumental.
Kesalahan dari kebudayaan modern sekarang menurut essensialisme adalah kecenderungannya, bahkan gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, ialah kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu. Hanya dengan demikian, kita boleh optimis dengan masa depan kita, masa depan kebudayaan umat manusia.
Masalah kebudayaan pada dasarnya adalah masalah tingkah laku manusia. Oleh sebab kebudayaan merupakan dan dapat didefinisikan sebagai individu maupun dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat, baik dalam kehidupan dan penghidupannya. Manusia disini diakui dan dalam pengertian makhluk budaya yang mampu mengatur tingkah lakunya sesuai dengan martabatnya yang berbudaya. Dengan kata lain manusia sebagai makhluk budaya bukan saja mampu meneruskan tingkah laku orang yang mendahuluinya, tetapi menentukan kepastian pilihan lain dari tingkah laku di masa mendatang. Alternatif-alternatif tingkah lakunya di masa mendatang yang lebih baik dan benar, yang benar-benar baik dan baik benar.
Makhluk budaya Yunani klasik beberapa abad sebelum masehi telah memberikan contoh tauladan bagaimana manusia membuka tabir rahasia alam semesta yang di luar dirinya dan apa yang ada dalam dirinya, melalui ajaran filsafat dan pola kebudayaannya.
Mereka telah mengusik hati nurani makhluk budaya masa kini, untuk mengikuti jejak yang telah dirintisnya. Untuk berpegang teguh pada asas dasar tentang ajaran perubahan dan perkembangan kebudayaan yang manusiawi bahwa “Civilized man is able to disagree without being disagreeable, nevertheless not to be indifference”. Hanya dengan kondisi dan situasi pola dasar berpikir dan tingkah laku manusia yang demikian itu manusia mampu menerobos ikatan waktu dan tempat yang membelenggu horizon pemikiran dan kehidupan kebudayaannya.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk budaya bukanlah setan tetapi bukan pula malaikat, tetapi suatu ketika dapat brubah ke arah bentuk yang dan jenis makhluk demikian itu, atau memenuhi potensi-potensi ke arah itu. Sebagai setan, manusia memiliki kecenderungan untuk menghancurkan nilai-nilai kebudayaan yang telah diciptakannya sendiri. Dan sebagai malaikat, manusia mendapat kepercayaan dan kehormatan dari Tuhan untuk berperan sebagai malaikat, sebagai penyuluh agama bagi manusia-manusia ke arah jalan yang benar dan baik.
Essensialisme merupakan paduan ide-ide filsafat idealisme dan realisme. Dan praktek-praktek filsafat pendidikan essensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika ia hanya mengambil posisi yang sepihak dari salah satu aliran yang ia sinthesakan itu.
Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah kepada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Selain diwarnai oleh pandangan-pandangan dari paham penganut idealisme dan realisme.

B. Tokoh-Tokoh Essensialisme
Berikut beberapa tokoh utama yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme, yaitu :
- Desidevius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan intornasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah.
- Johann Amos Comenius, yang hidup diseputar tahun 1592-1670. Ia adalah seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
- John Locke, tokoh dari Inggrisyang hidup pada tahun 1632-1704. Sebagau pemikir dunia, ia berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
- Johann Henrich Pestalozzi, sebagai seorang tokoh yang berpandangan naturalistis yang hidup pada tahun 1746-1827, Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunyai hubungan transendental langsung dengan Tuhan.
- Johann Friederich Frobel (1782-1852), sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-sintesis dengan keyakinannya bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan Frobel memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif, yang dalam tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas pendidikan adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, selaras dengan fitrah kejadiannya.
- Johann Friederich Herbert, yang hidup pada tahun 1776-1841 adalah salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan yang mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai “Pengajaran yang mendidik”.
- William T. Harris, tokoh dari Amerika Serikathidup pada tahun 1835-1909. Harris yang pandangannya dipengaruhi oleh Hegel, berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti. Berdasarkan kesatuan spiritual. Kedudukan sekolah baginya adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.
Dalam rangka mempertahankan pahamnya itu, khususnya dari persaingan dengan paham progressivisme, tokoh-tokoh essensialisme mendirikan suatu oraganisasi yang bernama “Essensialist Committee for the Anvancement of Education” pada tahun 1930. Melalui organisasinya inilah pandangan-pandangan essensialisme dikembangkan dalam dunia pendidikan.
Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.

C. Pemikiran Essensialisme Dalam Pendidikan
a. Teori belajar Essensialisme
Pada prinsipnya, proses belajar menurut essensialisme ialah :
- Melatih daya jiwa yang potensial sudah ada
- Proses belajar sebagai proses absorption (menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun didalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
b. Pandangan tentang pembelajaran dan kurikulum
Dalam sudut pandang filsafat pendidikan essensialisme, proses pembelajaran sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Siswa adalah dalam posisi penerima secara pasif pengetahuan yang berasal dari guru. Selain itu, siswa adalah juga dalam posisi pengamat secara pasif terhadap objek-objek pengetahuan yang berasal dari guru. Dalam hal ini, kebenaran yang ada dalam objek pengetahuan ada diluar diri mereka (objektif) untuk diupayakan diterima atau diupayakan diamati agar dapat dicapai esensi (pengertian) daei objek pengetahuan itu.
Dalam pengembangan kurikulum, para ahli dan praktisi filsafat pendidikan essensialisme memiliki pandangan bahwa kurikulum merupakan miniatur atau gambaran kecil dunia realitas yang bersifat objektif. Kurikulum adalah tempat para guru dan para administrator pendidikan melakukan pengelolaan proses pembelajaran sehingga mampu membuat siswa meyakini bahwa segenap aspek yang terintegrasi dalam kurikulum adalah suatu entitas atau suatu hal yang memiliki makna bagi mereka, bersifat nyata. Ada secara objektif, dan memiliki nilai kebenaran bagi kehidupan mereka.
c. Peranan sekolah dan guru
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Di sekolah tiap siswa belajar pengetahuan, skill, dam sikap serta nilai yang diperlukan untuk menjadi manusia sebagai anggota masyarakat.
Belajar efektif di sekolah adalah proses belajar yang keras dalam penanaman fakta-fakta dengan penggunaan waktu secara relatif singkat, tidak ada tempat bagi pelajaran pilihan. Kurikulum dan lingkungan disusun oleh guru. Waktu, tenaga dan biaya semuanya ditujukan untuk belajar yang essensial.
Selanjutnya mengenai peranan guru banyak persamaanya dengan perenialisme. Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek khusus, dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas berada di bawah pengaruh dan pengawasan guru.
d. Prinsip-prinsip pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan essensialisme dapat kita kemukakan sebagai berikut :
1) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri siswa.
2) Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa. Peran guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan dunia anak. Guru disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas di atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa-siswanya.

BAB III
SIMPULAN
Essensialisme mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dengan progresivisme. Kalau progresivisme menganggap pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang. Essensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat. Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk, dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah. Berhubung dengan itu, pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan.
Essensialisme merupakan paduan ide-ide filsafat idealisme dan realisme.
Selain itu, essensialisme memiliki beberapa tokoh yang berperan dalam penyebarannya, diantaranya : Desidevus Erasmus, Johann Amos Comenius, John Locke, Johann Henrich Pestalozzi, Johann Friederich Frobel, Johann Friederich Herbert dan William T. Harris.
Essensialisme juga memiliki pemikiran serta pandangan dalam pendidikan seperti : Teori belajar, pandangan tentang pembelajaran dan kurikulum, peranan sekolah dan guru serta prinsip-prinsip pendidikan sebagaimana yang telah dijelaskan dan diuraikan secara singkat dalam makalah yang sederhana ini.


DAFTAR PUSTAKA

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1995)
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, sistem dan pendidikan, (Yogyakarta, Andi offset,1990)
Muhammad Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, (Surabaya, Usaha Nasional, 1988)
Ali Syaifullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, Antara Filsafat dan Pendidikan, (Surabaya, Usaha Nasional)
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta, Yayasan Penerbit FIP-IKIP Yogyakarta, 1982)
Fattah Hanurawan, dkk, Filsafat Pendidikan, (Departemen Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang Fakultas Ilmu Pendidikan, 2006)
Uyoh Sadullah, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Alfabeta, 2007)
http://www.scribd.com/doc/14658445/manusia-filsafat-dan-pendidikan

ARTIKEL TERKAIT:

Post a Comment

Mari kasih komentar, kritik, dan saran. Jangan lupa juga isi buku tamunya. :D

NB: No Porn, No Sara', No women, No cry

Instagram